Berita Informasi Tentang Kesehatan

Kemenkes Keluarkan 2 SE untuk Antisipasi Risiko DBD dan Leptospirosis di Musim Hujan

Kemenkes Keluarkan 2 SE untuk Antisipasi Risiko DBD dan Leptospirosis di Musim Hujan – Jakarta, Indonesia Memasuki musim hujan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia telah mengeluarkan dua Surat Edaran (SE) sebagai langkah antisipatif terhadap risiko peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Leptospirosis.

Langkah ini diambil untuk melindungi masyarakat dari ancaman penyakit yang sering kali meningkat selama musim hujan.

Baca juga : Gejala Lentigo: Bintik-bintik Kecil yang Tidak Berbahaya

Latar Belakang Penerbitan Surat Edaran

Musim hujan di Indonesia sering kali diiringi dengan peningkatan kasus penyakit yang ditularkan melalui vektor, seperti nyamuk dan tikus. DBD dan Leptospirosis adalah dua penyakit yang paling sering muncul dan menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Oleh karena itu, Kemenkes merasa perlu untuk mengeluarkan panduan resmi yang dapat membantu pemerintah daerah dan masyarakat dalam mengantisipasi dan menangani potensi wabah.

Isi Surat Edaran

Surat Edaran pertama berfokus pada antisipasi peningkatan kasus DBD. Dalam SE ini, Kemenkes mengimbau pemerintah daerah untuk meningkatkan upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M Plus. Gerakan ini meliputi menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk. Plus-nya adalah langkah tambahan seperti menggunakan kelambu saat tidur, menaburkan larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dikuras, dan memperbaiki saluran air yang rusak.

Surat Edaran kedua menekankan kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa (KLB) Leptospirosis. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira yang ditularkan melalui air atau tanah yang terkontaminasi urine tikus. Kemenkes mengingatkan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, terutama di daerah yang rawan banjir dan memiliki populasi tikus yang tinggi. Masyarakat diimbau untuk selalu menggunakan alas kaki saat beraktivitas di tempat yang berpotensi tercemar dan memastikan makanan serta minuman disimpan dengan baik agar tidak terkontaminasi.

Data dan Statistik Terkini

Menurut data Kemenkes, hingga minggu ke-30 tahun 2024, terdapat 202.012 kasus rajamahjong terkonfirmasi DBD dengan incident rate sebesar 72,19 per 100.000 penduduk dan 1.202 kematian dengan case fatality rate sebesar 0,60 persen1. Kasus DBD dilaporkan dari 481 kabupaten dan kota di 36 provinsi, dengan kematian terjadi di 255 kabupaten dan kota di 32 provinsi1.

Untuk Leptospirosis, beberapa daerah seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah telah melaporkan peningkatan kasus sejak awal tahun 2024. Di Jawa Barat, terdapat 8 kasus dengan 2 kematian, sementara di Jawa Tengah terdapat 19 kasus selama bulan Januari 20242.

Langkah-Langkah Pencegahan

Kemenkes menggarisbawahi pentingnya peran serta masyarakat dalam upaya wild bandito pencegahan. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan:

  1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus:
    • Menguras tempat penampungan air secara rutin.
    • Menutup rapat tempat penampungan air.
    • Mendaur ulang barang bekas yang dapat menampung air.
    • Menggunakan kelambu saat tidur.
    • Menaburkan larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dikuras.
    • Memperbaiki saluran air yang rusak.
  2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS):
    • Menjaga kebersihan lingkungan.
    • Menggunakan alas kaki saat beraktivitas di tempat yang berpotensi tercemar.
    • Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar tidak terkontaminasi.
  3. Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik:
    • Menunjuk juru pemantau jentik di setiap rumah untuk memantau dan memberantas jentik nyamuk.

Peran Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah diharapkan dapat berperan aktif dalam mengimplementasikan langkah-langkah yang telah diinstruksikan oleh Kemenkes. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah antara lain:

  • Meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD): Melakukan surveilans pada manusia dan deteksi dini kasus di daerah yang memiliki faktor risiko tinggi, seperti daerah banjir, area pertanian, dan peternakan.
  • Edukasi dan Sosialisasi: Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan.
  • Koordinasi dengan Fasilitas Kesehatan: Memastikan fasilitas kesehatan melaporkan kasus DBD dalam waktu tiga jam ke Dinas Kesehatan untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi dalam 24 jam.

Pentingnya Kolaborasi

Keberhasilan dalam mengantisipasi dan menangani risiko DBD dan Leptospirosis sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait. Kemenkes mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam menjaga kesehatan dan keselamatan masyarakat selama musim hujan.

Aji Muhawarman, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, menekankan pentingnya kolaborasi ini. “Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat, kita dapat mengurangi risiko penyebaran penyakit dan melindungi kesehatan masyarakat,” ujarnya1.

Kesimpulan

Penerbitan dua Surat Edaran oleh Kemenkes merupakan langkah proaktif dalam menghadapi musim hujan yang sering kali diiringi dengan peningkatan kasus DBD dan Leptospirosis. Melalui upaya bersama dan penerapan langkah-langkah pencegahan yang tepat, diharapkan risiko penyebaran penyakit ini dapat diminimalisir. Masyarakat diimbau untuk selalu waspada dan mengikuti panduan yang telah diberikan demi menjaga kesehatan dan keselamatan bersama.

Exit mobile version